BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga diukur berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumah tangga dalam sehari. Satu rumah tangga dikatakan memiliki stabilitas ketersediaan pangan jika mempunyai persediaan pangan diatas cutting point (240 hari untuk Provinsi Lampung dan 360 hari untuk Provinsi NTT) dan anggota rumah tangga dapat makan 3 (tiga) kali sehari sesuai dengan kebiasaan makan penduduk di daerah tersebut.
Dengan asumsi bahwa di daerah tertentu masyarakat mempunyai kebiasaan makan 3 (tiga) kali sehari, frekuensi makan sebenarnya dapat menggambarkan keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah tangga. Dalam satu rumah tangga, salah satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan dalam jangka waktu tertentu adalah dengan mengurangi frekuensi makan atau mengkombinasikan bahan makanan pokok (misal beras dengan ubi kayu). Penelitian yang dilakukan PPK-LIPI di beberapa daerah di Jawa Barat juga menemukan bahwa mengurangi frekuensi makan merupakan salah satu strategi rumah tangga untuk memperpanjang ketahanan pangan mereka (Raharto, 1999; Romdiati, 1999).
Penggunaan frekuensi makan sebanyak 3 kali atau lebih sebagai indikator kecukupan makan didasarkan pada kondisi nyata di desa-desa (berdasarkan penelitian PPK-LIPI), dimana rumah tangga yang memiliki persediaan makanan pokok ‘cukup’ pada umumnya makan sebanyak 3 kali per hari. Jika mayoritas rumah tangga di satu desa, misalnya, hanya makan dua kali per hari, kondisi ini semata-mata merupakan suatu strategi rumah tangga agar persediaan makanan pokok mereka tidak segera habis, karena dengan frekuensi makan tiga kali sehari, kebanyakan rumah tangga tidak bisa bertahan untuk tetap memiliki persediaan makanan pokok hingga panen berikutnya.
- Tujuan
Tujuan Umum:
Mahasiswa mengetahui secara umum tentang ketahanan pangan, dan penanganan pasca panen.
Tujuan Khusus:
- Mahasiswa mengetahui pengertian dari ketahanan pangan
- Mahasiswa mengetahui konsep ketahanan pangan
- Factor yang mempengaruhi ketahanan pangan
- Indicator ketahanan pangan
- Kelembagaan ketahanan pangan
- Mahasiswa mengetahui mengapa mengapa pangan mengalami kerusakan setelah pasca panen
BAB II
Tinjauan Teoritis
- Pengertian Ketahanan pangan
Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 memberikan definisi ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sementara USAID (1992) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai satu kondisi dimana masyarakat pada satu yang bersamaan memiliki akses yang cukup baik secara fisik maupun ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dietary dalam rangka untuk peningkatan kesehatan dan hidup yang lebih produktif.
Berdasarkan pengertian dan konsep tersebut di atas maka beberapa ahli sepakat bahwa ketahanan pangan minimal mengandung dua unsur pokok yaitu ”ketersediaan pangan dan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan”. Salah satu unsur tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik (Arifin, 2004). Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Akses terhadap pangan, ketersediaan pangan dan resiko terhadap akses dan ketersediaan pangan tersebut merupakan determinan yang esensial dalam ketahanan pangan (Von Braun et al, 1992).
- Sistem Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Kinerja dari masing-masing subsistem tersebut tercermin dalam hal stabilitas pasokan pangan, akses masyarakat terhadap pangan, serta pemanfaatan pangan (food utilization) termasuk pengaturan menu dan distribusi pangan dalam keluarga. Kinerja dari ketiga subsistem ketahanan pangan akan terlihat pada status gizi masyarakat, yang dapat dideteksi dari status gizi anak balita (usia dibawah lima tahun). Apabila salah satu atau lebih, dari ke tiga subsistem tersebut tidak berfungsi dengan baik, maka akan terjadi masalah kerawanan pangan yang akan berdampak peningkatan kasus gizi kurang dan/atau gizi buruk. Dalam kondisi demikian, negara atau daerah dapat dikatakan belum mampu mewujudkan ketahanan pangan.
- Konsep Dan Ukuran Ketahanan Pangan
Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:
- kecukupan ketersediaan pangan;
- stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun.
- aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta
- kualitas/keamanan pangan
Keempat komponen tersebut akan digunakan untuk mengukur ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dalam studi ini. Keempat indikator ini merupakan indikator utama untuk mendapatkan indeks ketahanan pangan. Ukuran ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dihitung bertahap dengan cara menggambungkan keempat komponen indikator ketahanan pangan tersebut, untuk mendapatkan satu indeks ketahanan pangan.
- Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan
Bakteri
Bakteri merupakan makhluk bersel tunggal yang berkembang biak dengan cara membelah diri dari satu sel menjadi dua sel. Pada kondisi yang sangat baik, kebanyakan sel bakteri dapat membelah dan berkembang biak dalam waktu kurang lebih 20 menit.
Pada kecepatan yang tinggi ini satu sel bakteri dapat memperbanyak diri menjadi lebih dari 16 juta sel baru dalam waktu 8 jam.
Berdasarkan bentuk selnya, bakteri dapat dibedakan atas empat golongan yaitu:
- Koki (bentuk bulat)
Koki mungkin terdapat dalam bentuk tunggal (terpisah), berpasangan (diplokoki), berempat (tetra koki atau tetrad), bergerombol (stapilokoki), dan membentuk rantai (streptokoki).
- Basili (bentuk batang) Basil mungkin terdapat dalam bentuk tunggal (terpisah) atau membentuk rantai.
- Spirilium (bentuk spiral)
- Vibrio (bentuk koma)
Kapang
Kapang merupakan mikroba dalam kelompok Fungi yang berbentuk filamen, yaitu struktumya terdiri dari benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan dari banyak hifa membentuk kumpulan massa yang disebut miselium dan lebih mudah dilihat oleh mata tanpa menggunakan mikroskop. Contoh miselium adalah serat putih seperti kapas yang tumbuh pada tempe.
Kapang juga mempunyai struktur yang disebut spora yang pada umumnya terletak pada ujung-ujung dari hifa, dan merupakan struktur yang sangat ringan dan mudah menyebar kemana-mana. Spora merupakan alat perkembangbiakan kapang, karena pada kondisi substrat dan lingkungan yang balk spora dapat bergerminasi dan tumbuh menjadi struktur kapang yang lengkap.
Dari satu struktur kapang dapat dihasilkan beratus-ratus spora yang mudah menyebar dan mencemari pangan, kemudian tumbuh menjadi bentuk kapang yang lengkap. Jika dilihat dl bawah mikroskop, berbagai jenis kapang mempunyai struktur hifa dan spora yang berbeda-beda, dan karakteristik struktur tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kapang.
Spora kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu tergantung dari jenis kapangnya. Oleh karena itu pertumbuhan kapang pada pangan mudah dilihat dengan mata, yaitu ditandai dengan perubahan warna yang menunjukkan adanya spora kapang dan sering disebut sebagai bulukan.
Selain dapat menyebabkan kerusakan pangan, beberapa kapang tertentu juga bermanfaat karena digunakan dalam proses fermentasi pangan. Tabel 1 menyajikan berbagai jenis kapang yang sering tumbuh pada pangan, serta jenis pangan yang dirusak dan kegunaannya dalam proses fermentasi pangan
Beberapa kapang jika tumbuh pada pangan dapat memproduksi racun yang berbahaya yang disebut toksin (racun) kapang atau mikotoksin. Spesies kapang yang memproduksi mikotoksin terutama adalah dari jenis Aspergillus, Penicillium dan Fusarium. Beberapa contoh mikotoksin yang sering ditemukan pada pangan misalnya aflatoksin yang diproduksi oleh Asperglllus flavus dan okratoksin yang diproduksi oleh Aspergillus ochraceus.
Virus
Virus merupakan organisme dengan ukuran yang paling kecil dibandingkan dengan organisme lainnya. Virus merupakan organisme yang tidak dapat berkembang biak sendiri melainkan harus berada pada sel organisme lainnya, oleh karena itu digolongkan ke dalam parasit. Virus sering mencemari pangan tertentu seperti susu, pangan hasil laut, dan sayur-sayuran serta air. Salah satu virus yang sering mencemari pangan yaitu virus hepatitis A, serta virus polio yang sering mencemari susu sapi mentah.
Pertumbuhan mikroba pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan setiap mikroba membutuhkan kondisi pertumbuhan yang berbeda. Oleh karena itu jenis dan jumlah mikroba yang dapat tumbuh kemudian menjadi dominan pada setiap pangan juga berbeda, tergantung dari jenis pangan tersebut. Pada kondisi yang optimum untuk masing-masing mikroba, bakteri akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan kamir. Hal ini disebabkan bakteri mempunyai struktur sel yang lebih sederhana, sehingga pada kebanyakan bakteri hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk membelah. Struktur sel kapang dan kamir lebih kompleks daripada bakteri dan membutuhkan waktu lebih lama untuk membentuk sel baru, yaitu sekitar 2 jam atau lebih.
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut:
Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba mesofil, yaitu tumbuh baik pada suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar 370C, yang juga adalah suhu tubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan beberapa bakteri patogen. Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4-660C. Oleh karena kisaran suhu tersebut merupakan suhu yang kritis untuk penyimpanan pangan, maka pangan tidak boleh disimpan terlalu lama pada kisaran suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada suhu di bawah 40C atau di atas 660C. Pada suhu di bawah 4°C, mikroba tidak akan mati tetapi kebanyakan mikroba akan terhambat pertumbuhannya, kecuali mikroba yang tergolong psikrofil. Pada suhu di atas 66°C, kebanyakan mikroba juga terhambat pertumbuhannya meskipun beberapa bakteri yang tergolong termofil mungkin tidak mati.
- Indikator Ketahanan Pangan
Raskin Jadi Indikator Ketahanan Pangan
“Pemerintah”. Menurut dia, ketahanan pangan bisa terwujud kalau dua kondisi terpenuhi, yakni pada tatanan makro setiap saat tersedia pangan cukup, dan mikro semua keluarga, setiap saat mampu mengkonsumsi pangan yang cukup, aman, bergizi dan sesuai pilihannya
Ia menjelaskan, tekad untuk membangun ketahanan pangan telah dilakukan oleh semua negara/organisasi di dunia, bahkan sejak 1948 dengan adanya International Convenant on Economic, Social and Cultural Right (ICOSOC).
Dalam ICOSOC itu ditegaskan, hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya atas pangan, sera setiap orang harus bebas dari kelaparan. (kpl/bar)
Antaranews.com (10/6). Penyalu-ran Beras bagi Masyarakat miskin (raskin) menjadi Indikator kondisi Ketahan Pangan baik di tingkat Pusat maupun di Daerah. ” Raskin itu jadi ukuran Ketahanan Pangan. Jukia Jumlahnya disalurkan ban-yak tang berarti masyarakat miskin atau Rawan Pangan juga banyak berarti Ketahanan Pangan masih Kurang,” Kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, Achmad Suryana, Pada Acara Rapat Dewan Pertahanan Pangan Provinsi Bengkulu. Di in- donesia, Jumlah Masyarakat Mi-skin sekitar 35 juta jiwa, atau 12 persen dari jumlah penduduk, dan mereka itulah yang menerima Raskin. Dengan kondisi itu berarti Ketahanan pangan di Indonesia masih belum Maksimal karena masih ada penduduk yang Rawan Pangan, katanya. Ketahanan pan-gan Satu Negara bisa dikatakan sudah baik, Jika tidak ada lagi Masyarakat pangan, dan berarti juga tak ada lagi Penyaluran Raskin oleh Pemerintah.
- Kelembagaan Ketahanan Pangan
- Landasan Hukum
Undang-Undang yang secara eksplisit menyatakan kewajiban mewujudkan ketahanan pangan adalah UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. UU tersebut menjelaskan konsep ketahanan pangan, komponen, serta para pihak yang harus berperan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Secara umum UU tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat wajib mewujudkan ketahanan pangan. UU tersebut telah dijabarkan dalam beberapa Peraturan Pemerintah (PP) antara lain: (i) PP Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan yang mengatur tentang Ketahanan Pangan yang mencakup ketersediaan pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, peran pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat, pengembangan sumberdaya manusia dan kerjasama internasional; (ii) PP Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan yang mengatur pembinaan dan pengawasan di bidang label dan iklan pangan untuk menciptakan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab; dan (iii) PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, yang mengatur tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, pemasukan dan pengeluaran pangan ke wilayah Indonesia, pengawasan dan pembinaan, serta peranserta masyarakat mengenai hal-hal di bidang mutu dan gizi pangan.
Disamping mengacu pada berbagai dokumen hukum nasional tersebut, pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan juga mengacu pada komitmen bangsa Indonesia dalam kesepakatan dunia. Sebagai anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia telah menyatakan komitmen untuk melaksanakan aksi-aksi mengatasi masalah kelaparan, kekurangan gizi serta kemiskinan di dunia. Kesepakatan tersebut antara lain tertuang dalam Deklarasi World Food Summit 1996 dan ditegaskan kembali dalam World Food Summit: five years later (WFS:fyl) 2001, serta Millenium Development Goals (MDGs) 2000, untuk mengurangi angka kemiskinan ekstrim dan kerawanan pangan di dunia sampai setengahnya di tahun 2015.
BAB III
PENANGANAN PASCA PANEN
- Pengertian kerusakan pangan
Kerusakan pangan sukar didefinisikan secara tegas karena sifatnya relatif. Misalnya bila ditinjau dari segi selera, bahan makanan yang dianggap oleh sebagian orang telah rusak, malahan oleh orang lain dianggap enak. Setiap orang sulit membedakan jenis kerusakan yang bagaimana yang bisa membahayakan terhadap kesehatan tubuh. Belum tentu makanan yang dianggap rusak mempengaruhi kesehatan, paling-paling nilai estetikanya atau niulai gizinya berkurang.
Terjadinya pememaran pada buah-buahan , daun kangkung atau bayam menjadi layu misalnya merupakan tanda terjadinya kerusakan; demikian pula pada bahan makanan yang digoreng menjadi gosong karena pemanasan yang terlalu lama menunjukkan adanya kerusakan. Dari beberapa pengertian tersebut kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa suatu bahan dikatakan rusak bila “ menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh pancaindera atau parameter lain yang digunakan “.
Kerusakan pangan dapat ditinjau berdasarkan nilai gizi, estetika dan keracunan. Kerusakan nilai gizi misalnya kerusakan vitamin B1 atau riboflavin dalam susu yang dibiarkan di udara terbuka, langsung kena sinar matahari atau sinar buatan. Kehilangan riboflavin ini dapat dicegah bila susu disimpan pada suhu rendah dan terlindung dari cahaya/ sinar. Daun sawi yang telah layu, buah-buahan dan sayur-sayuran yang warnanya pucat meskipun tidak berbahaya pada/bagi kesehatan, tetapi secara estetika dianggap rusak karena kenampakannya kurang bagus. Kerusakan yang menimbulkan masalah serius ialah terjadinya keracunan pada makanan.
- Penyebab dan Jenis Kerusakan pangan :
Apakah penyebab utama kerusakan pangan?
Penyebab utama kerusakan pangan adalah :
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikoorganisme
2. Enzim
3. Hama ( serangga, parasit, dan binatang mengerat)
4. Suhu, baik suhu tinggi maupun suhu rendah
5. Air
6. Udara, khususnya oksigen
7. Cahaya/sinar
8. Waktu penyimpanan
- Jenis kerusakan pangan
1. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba
Mikroba adalah jasad hidup berukuran sangat kecil, tidak dapat dilihat oleh mata, tetapi dapat dilihat melalui mikroskop; dapat ditemukan di mana saja baik di tanah, air, udara, di permukaan kulit, bulu, permukaan buah, sayuran , biji-bijian, bahkan di dalam usus manusia dan hewan.
- Mikroba yang menguntungkan, adalah mikroba yang berperan dalam proses fermentasi pangan, misalnya dalam pembuatan tempe, oncom, tape, tauco, keju, kecap, yoghurt, dll. Dalam proses fermentasi, mikroba yang diinginkan ditingkatkan pertumbuhannya, sedangkan mikroba yang tidak diinginkan pertumbuhannya dihambat.
- Mikroba yang merugikan. Mikroba yang termasuk golongan ini yaitu mikroba yang menimbulkan penyakit, mensintesis racun dan yang menyebabkan pembusukan. Sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dll. akan mengalami kontaminasi oleh mikroba setelah kulitnya dikupas atau mengalami kerusakan.
2. Enzim
Pada biji-bijian dan serealia yang telah disimpan dalam waktu yang cukup lama masih terjadi peristiwa respirasi, perkecambahan dan pertumbuhan. Hal ini disebabkan adanya enzim-enzim, yang masih tetap bekerja pada bahan tersebut. Enzim yang terdapat secara alami dalam bahan makanan dapat berasal dari bahannya sendiri maupun dari mikroba yang mencemari bahan tersebut.
Aktivitas enzim berlangsung sejak bahan tersebut masih di pohon/belum dipetik sampai di dalam ruang penyimpanan, dan dapat menyebabkan perubahan pada komposisi bahan makanan. Aktivitas enzim dapat merugikan atau menguntungkan terhadap bahan. Beberapa aktivitas enzim yang menguntungkan antara lain : pematangan buah-buahan setelah dipetik/dipanen karena adanya enzim pektinase, pengempukan daging dengan enzim papain, dan lain-lain.
3. Hama (serangga, parasit , binatang mengerat)
Serangga merupakan penyebab kerusakan yang terutama pada serealia, buahbuahan juga sayur-sayuran. Beberapa jenis serangga misalnya semut dan kecoa lebih tepat digolongkan sebagai kontaminator. Sebagian serangga digolongkan pula sebagai serangga gudang, yaitu serangga yang terutama menyebabkan kerusakan pada bahan yang disimpan.
Kerusakan yang disebabkan serangga terutama karena melukai permukaan bahan pangan, sehingga dapat terjadi kontaminasi oleh mikroba. Kerusakan karena serangan serangga di negara-negara maju sekitar 5 – 10 %, sedangkan di negara-negara yang sedang berkembang dapat mencapai 50 %. Kontaminasi bahan makanan oleh serangga tidak dapat dikendalikan secara sempurna, karena itu di negara-negara yang sudah maju misalnya Amerika Serikat ditetapkan standar kontaminasi yang masih diperbolehkan. Kondisi optimum untuk pertumbuhan serangga ialah pada kadar air 14 %. Aktivitas serangga dalam ruang penyimpanan dapat dikendalikan dengan mengatur suhu ruangan. Pada suhu rendah, pertumbuhan serangga lambat dan pada suhu di bawah 15,6 oC pertumbuhan serangga terhenti. Pada suhu tinggi, serangga tumbuh optimum. Itulah sebabnya daerah tropis cocok untuk hidup serangga.
4. Suhu
Tergantung pada jenis bahan pangan, suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mempercepat kerusakan bahan pangan. Suhu dapat merusak baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu terjadinya perubahan sifat fisik (mentega kalau dipanaskan akan mencair) dan secara tidak langsung dengan mempercepat aktivitas enzim dan mikroba pembusuk.
Pemanasan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein, pemecahan emulsi lemak dan rusaknya vitamin. Pendinginan yang tidak diawasi juga dapat merusak bahan.
Sayur-sayuran dan buah-buahan yang dibekukan mengalami perubahan tekstur pada waktu “ thawing “, setelah bahan dikeluarkan dari tempat pembeku. “Thawing “ yaitu pencairan kembali kristal-kristal es dari bahan yang dibekukan. Pada waktu terjadi thawing, tekstur bahan berubah dari keras menjadi lunak.
Pembekuan juga menyebabkan kerusakan pada bahan yang berbentuk cair, misalnya susu. Pada pembekuan susu dapat terjadi pemecahan emulsi dan pemisahan lemak; protein susu mengalami denaturasi yang dapat mengakibatkan penggumpalan atau koagulasi.
Untuk mempertahankan kualitasnya, beberapa jenis bahan tidak boleh disimpan pada suhu lebih rendah dari 10 oC, misalnya tomat.
Kerusakan karena suhu dingin dapat berupa penyimpangan warna, permukaan bahan menjadi bercak-bercak, dll.
5. Kandungan Air dalam Bahan
a. Air dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalm bahan pangan, misalnya reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh enzim.
b. Bahan pangan yang mudah rusak adalah bahan pangan yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Air dibutuhkan oleh mikoba untuk pertumbuhannya.
c. Menurunnya atau menaiknya kadar air menyebabkan bahan kurang menarik untuk dimakan.
d. Kapang tumbuh cepat pada roti dan keju yang dibiarkan terbuka.
e. Penguapan air menyebabkan pelayuan, pengeringan dan kadang-kadang kehilangan vitamin.
f. Terjadinya kondensasi air pada permukaan bahan mengakibatkan perkembang biakan bakteri dan pertumbuhan kapang. Kondensasi dapat pula terjadi di dalam bahan, misalnya pada bahan pangan yang dikemas. Dengan adanya respirasi dan transpirasi dari bahan, dapat dihasilkan air. Air terperangkap dalm wadah kemasan dan dapat memungkinkan umbuhnya mikroba.
g. Bahan pangan kering juga menghasilkan air dan akibatnya kelembaban nisbi berubah. Uap air ini akan berkondensasi kembali pada permukaan bahan, terutama bila suhu penyimpanan menurun.
h. Berbagai reaksi di dalam bahan pangan serta tumbuhnya mikroba memerlukan air bebas. Air yang terikat kuat secara kimia sulit digunakan mikroba untuk hidupnya. Dengan menambahkan gula, garam atau senyawa sejenis lainnya dalam jumlah yang cukup, dapat mengikat air tersebut dan makanan menjadi awet, meskipun kandungan airnya masih cukup tingg Makanan seperti ini disebut makanan semi basah, contohnya selai, jeli dan sejenisnya.
6. Udara
- Dari semua komponen gas yang terdapat dalam udara, maka oksigen merupakan gas yang penting ditinjau dari segi pengolahan pangan.
- Oksigen dapat memercepat kerusakan lemak, yaitu dengan terjadinya ketengikan secara oksidatif pada bahan pangan yang berlemak. Kerusakan lemak ditandai dengan bau tengik karena terjadinya perubahan cita rasa.
- Oksigen dapat merusak vitamin A dan vitamin C. Oksigen juga dapat menimbulkan kerusakan warna, sehingga produk pangan menjadi pucat
- Oksigen adalah komponen penting untuk pertumbuhan kapang.
- Kapang hidupnya aerobik, karena itu kapang dapat diketemukan tumbuh pada permukaan bahan pangan atau di dalam bagian bahan yang rusak.
7. Cahaya/Sinar
Kerusakan bahan pangan karena cahaya/sinar jelas terlihat pada makanan yang berwarna. Warna bahan pangan atau makanan dapat menjadi pucat.
- Sinar seperti juga oksigen dapat merusak vitamin, misalnya vitamin B2, vitamin A dan vitamin C.
- Susu yang disimpan di dalam botol transparan dapat rusak karena sinar, yaitu menimbulkan bau tengik karena terjadinya oksidasi. Bahan pangan yang peka terhdap cahaya dapat dilindungi dengan cara pengepakan memakai bahan yang tidak tembus sinar.
8. Waktu penyimpanan
- Sesaat sesudah penyembelihan, panen atau pengolahan terdapat saat dimana bahan pangan mempunyai kualitas terbaik, tetapi tidak berlangsung lama. Setelah itu kualitas akan terus menurun.
- Pertumbuhan mikroba, aktivitas enzim, serangan hama, pemanasan, pendinginan, dll. semuanya itu dipengaruhi oleh waktu. Makin lama waktu berlangsung, makin besar kerusakan yang terjadi.
- Pada beberapa jenis bahan pangan misalnya keju atau anggur, waktu yang makin lama justru diinginkan karena kualitasnya menjadi lebih baik; namun demikian pada produkproduk ini ada batas waktu tertentu dimana kualitasnya optimal.
- Teknologi Penanganan Pasca Panen
Infeksi penyakit pascapanen buah-buahan terjadi baik pada saat buah masih berada di pertanaman maupun pada saat buah dipanen atau selama penanganan pascapanen. Infeksi prapanen disebut infeksi laten, walaupun demikian, infeksi dapat berlangsung ketika buah masih di pohon ataupun penetrasi melalui luka saat panen dan penanganan pascapanen. Infeksi saat di pohon dapat terjadi ketika buah masih sangat muda dan tidak menampakkan adanya gejala busuk buah.
OPT pascapanen pada umumnya disebabkan oleh cendawan atau bakteri. Spora umumnya berkecambah pada permukaan kulit buah, kemudian membentuk appressoria dan hifa untuk menginfeksi dan tetap tinggal dalam lapisan sel pada kulit dalam kondisi laten. Ketika buah mencapai kematangan, mikroorganisme tersebut baru aktif dan memperlihatkan gejala serangan hingga menyebabkan busuk buah. Infeksi laten tersebut dilakukan oleh Colletotrichum gloeosporioides. Busuk buah lainnya disebabkan oleh infeksi mikroorganisme melalui luka-luka saat panen atau penanganan pascapanen dan menyebabkan busuk buah.
Spora Colletotrichum gloeosporioides berkecambah di permukaan buah yang sedang berkembang dan setelah beberapa saat ujung hifa menggelembung dan membentuk alat pelekat, antara 24 – 72 jam, ujung hifa yang membengkak membentuk alat yang dapat menembus kutikula secara mekanik dan kapang masuk ke dalam buah serta akan dorman di bawah kutikula.
Dengan semakin tua dan matangnya buah, maka cendawan yang dorman itu akan berangsur–angsur berkembang. Perkembangan cendawan makin cepat dengan makin matangnya buah setelah dipanen. Cendawan Colletotrichum gloeosporioides, adalah cendawan penyebab penyakit antraknosa, tumbuh makin meluas menimbulkan gejala warna coklat pada kulit buah. Warna coklat ini timbul karena cendawan tersebut menghasilkan enzim selulase yang dapat menghidrolisis selulosa kulit buah, sehingga kulit buah menjadi terdisintegrasi dan lunak serta berubah warna menjadi coklat. Noda coklat lama kelamaan meluas dan warnanya makin gelap dan akhirnya busuk. Adanya noda-noda berwarna coklat sampai hitam di permukaan kulit buah, seperti pada mangga dan pisang, merupakan indikator adanya serangan antraknose.
Luka pada buah-buahan dapat terjadi pada saat penanganan di lapangan, panen, penanganan saat proses pengepakan (packinghouse), transportasi dan pemasaran. Adanya luka menjadi pintu gerbang masuknya cendawan penyebab kebusukan. Cendawan yang masuk lewat luka akan berkembang di dalam buah bersamaan dengan makin matangnya buah. Adanya aktivitas cendawan pembusuk dapat dilihat dengan perubahan warna kulit buah ke arah coklat dan akhirnya hitam. Serangan yang parah menyebabkan busuk berair pada bagian yang terinfeksi.
Infeksi hama pascapanen disebabkan oleh serangga lalat buah, terjadi pada saat buah masih menggantung di pohon. Lalat buah menginfeksi buah mentah dengan meletakkan telurnya di dalam buah. Telur akan berkembang menjadi larva dengan matangnya buah, baik saat masih di pohon maupun setelah dipetik. Ulat sering dijumpai pada daging buah matang (mangga, belimbing, manggis dll). Adanya larva pada buah mengindikasikan adanya infeksi lalat buah.
Pre-sorting
Pre-sorting biasanya dilakukan untuk mengeliminasi produk yang luka, busuk atau cacat lainnya sebelum pendinginan atau penanganan berikutnya. Pre-sorting akan menghemat tenaga karena produk-produk cacat tidak ikut tertangani. Memisahkan produk busuk akan menghindarkan penyebaran infeksi ke produk-produk lainnya, khususnya bila pestisida pascapanen tidak dipergunakan.
Pelilinan
Pelilinan sayuran dalam bentuk buah seperti mentimun, terung, tomat dan buah-buahan seperti apel dan peaches adalah umum dilakukan. Lilin alami yang banyak digunakan adalah shellac dan carnauba atau beeswax (lilin lebah) yang semuanya digolongkan sebagai food grade. Pelapisan lilin dilakukan adalah untuk mengganti lilin alami buah yang hilang karena operasi pencucian dan pembersihan, dan dapat membantu mengurangi kehilangan air selama penanganan dan pemasaran serta membantu memberikan proteksi dari serangan mikroorganisme pembusuk. Bila produk dililin, maka pelapisan harus dibiarkan kering sebelum penanganan berikutnya.
Grading
Grading, akan tetapi, membutuhkan biaya. Alat dapat saja yang canggih dan mahal. Pada sisi lain, system grading sederhana akan membantu memanfaatkan tenaga kerja manual. Beberapa parameter dapat digunakan sebagai basis grading:
Ukuran. Parameter ini umum digunakan karena kesesuaiannya dengan aplikasi mekanis. Ukuran dapat ditentukan oleh berat atau dimensi.
Menyisihkan produk yang tidak diinginkan. Ini sering dibutuhkan untuk memisahkan produk dengan produk yang luka karena perlakuan mekanis, karena penyakit dan insekta, karena kotoran yang dibawa dari lapang dan sebagainya.
Warna. Beberapa produk sangat ditentukan oleh warna dalam penjualannya. Kematangan sering dihubungkan dengan warna dan digunakan sebagai basis sortasi, seperti pada tomat.
Pemasakan Terkendali
Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan beberapa jenis buah. Teknik ini cukup cepat dan memberikan pemasakan yang seragam sebelum dipasarkan. Buah yang umum dikendalikan pemasakannya dengan etilen adalah pisang, tomat, pear, dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti anggur, jeruk, nenas, dan strawberry tidak dapat dimasakan dengan cara ini. Juga buah muda tidak dapat dimasakan dengan baik dengan cara ini. Tidak ada cara untuk memasakan buah muda sampai menjadi produk yang dapat diterima
Degreening
Degreening sering dilakukan untuk memperbaiki nila pasar dari produk. Seperti pada buah jeruk Navel atau Valencia. Pada proses degreening buah diekspose pada etilen konsentrasi rendah pada suhu dan kelembaban terkendali. Etilen mempercepat perusakan pimen berwarna coklat, chlorophyll, dimana memberikan kesempatan pada warna wortel.
Curing
Proses curing adalah sebagai cara efektif dan efisien untuk mengurangi kehilangan air, perkembangan penyakit pada beberapa sayuran umbi. Beberapa jenis komoditi di curing setelah panen sebelum penyimpanan dan pemasaran adalah bawang putih, ketela rambat, bawang merah dan sayuran umbi tropis lainnya seperti Yam dan 12 Casava Ada dua jenis curing. Pada kentang dan ketela pohon, curing memberikan kemampuan permukaan yang terpotong, pecah atau memar saat panen, untuk melakukan penyembuhan melalui perkembangan jaringan periderm pada bagian yang luka. Pada bawang merah dan putih, curing adalah berupa pengeringan pada bagian kulit luar untuk membentuk barier pelindung terhadap kehilangan air dan infeksi.
BAB IV
PENUTUP
- 1. KESIMPULAN
Penyalu-ran Beras bagi Masyarakat miskin (raskin) menjadi Indikator kondisi Ketahan Pangan baik di tingkat Pusat maupun di Daerah. ” Raskin itu jadi ukuran Ketahanan Pangan. Jukia Jumlahnya disalurkan ban-yak tang berarti masyarakat miskin atau Rawan Pangan juga banyak berarti Ketahanan Pangan masih Kurang,” Kata Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, Achmad Suryana, Pada Acara Rapat Dewan Pertahanan Pangan Provinsi Bengkulu. Di in- donesia, Jumlah Masyarakat Mi-skin sekitar 35 juta jiwa, atau 12 persen dari jumlah penduduk, dan mereka itulah yang menerima Raskin. Dengan kondisi itu berarti Ketahanan pangan di Indonesia masih belum Maksimal karena masih ada penduduk yang Rawan Pangan, katanya. Ketahanan pan-gan Satu Negara bisa dikatakan sudah baik, Jika tidak ada lagi Masyarakat pangan, dan berarti juga tak ada lagi Penyaluran Raskin oleh Pemerintah.
- 2. Saran
Dengan mengatahui penyabab dari kurasakan pangan hendaknya mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmunya dengan menggunakan teknologi dalam penanganan pangan, dan dengan mengetahui konsep ketahanan pangan mahasiswa diharapkan mampu mewujudkan swasembada pangan untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya